Yusi berada dalam sebuah kamar. Dari jendela yang tertutup terbayang hari sudah gelap. Seperti umumnya gadis desa lainnya, Yusi memiliki tubuh yang montok dan padat. Buah dadanya yang membusung kencang seolah tidak muat dalam branya. Ditunjang dengan kulitnya yang kuning langsat mulus dan rambut sebahu, wajahnya yang cantik sering lewat dengan goyangan pinggulnya. Pantatnya yang montok selalu menonjol di balik rok seragam sekolahnya yang di atas lutut, ketatnya memperlihatkan garis celana dalam gadis itu.
Yusi berusaha bangun, namun tangan dan kakinya tetap lemas tidak dapat bergerak.
Tidak sengaja Yusi melihat ke dinding kamar, dan dari cermin besar yang terpasang di sana, ia menyadari kedua tangannya terikat menjadi satu di atas kepalanya, demikian juga kedua kakinya yang masih bersepatu terentang ke sudut-sudut ranjang, seperti huruf Y terbalik. Seluruh tubuhnya tertutup selimut, namun ujung selimut yang tersingkap memperlihatkan sebagian paha gadis itu. Di sudut ranjang tampak terserak baju seragam dan rok yang tadi dipakainya.
"Pak Anton, Yusi dimana? Kenapa Yusi begini?" tanya gadis itu dengan panik.
"Tenang Yusi, kamu baik-baik saja. Malam ini kita akan kawin. Minggu lalu saya sudah melamarmu pada bapakmu. Sekarang kita akan nikmati malam pertama kita." kata Anton sambil menyeringai.
"Enggak! Enggak! Kemarin Bapak bilang ditolak! Yusi nggak mau!" gadis itu berusaha meronta ronta, namun ikatan tangan dan kakinya terlalu kuat baginya.
Sambil tertawa terkekeh, Anton perlahan menarik selimut yang menutupi tubuh gadis itu, membuat Yusi terpekik karena penutup tubuhnya perlahan terbuka, sedangkan ternyata di balik selimut itu ia sudah telanjang bulat.
"Jangan! Jangan! Aduh jangan! Pak Anton, jangan Pak! Tolong..!"
Dengan sigap Anton mengambil pakaian dalam Yesi yang terserak di atas ranjang, lalu menyumpal mulut gadis itu dengan celana dalamnya sendiri, dan mengikatnya ke belakang dengan bra gadis itu.
Anton semakin beringas melihat tubuh Yesi yang montok telanjang bulat. Kedua paha gadis manis itu terentang lebar mempertontonkan bibir kemaluannya.
"Diam Sayang! Ini malam kita bedah kelambu. Yusi dengan sia-sia meronta dan menjerit saat Anton menindih tubuhnya yang telanjang bulat tanpa sehelai benang pun. Gadis itu bahkan tidak bisa untuk sekedar merapatkan pahanya yang terkangkang lebar.
Pekikan Yusi tertahan sumpalan celana dalam saat Anton meremas buah dada gadis itu dengan kerasnya. Rontaan dan pekikan gadis cantik itu sama sekali tidak digubris. Anton kemudian menempatkan kejantanannya tepat di depan bibir kemaluan Yusi.
"Diam Sayang! Jangan takut, enak sekali kok!." sambil berkata begitu Anton menghujamkan kejantanannya memasuki hangatnya keperawanan Yusi.
"Haanggkk..! Aahhkk..!" Napas gadis itu terputus-putus dan matanya yang bulat indah terbeliak lebar saat Yusi merasakan perih tiba-tiba menyengat selangkangannya.
Tubuh montok gadis itu tergeliat-geliat merangsang dengan napas tersengal-sengal sambil terpekik tertahan-tahan ketika Anton dengan perkasa menggenjotkan kejantanannya menikmati hangatnya kemaluan perawan Yusi yang terasa begitu peret.
Yusi sambil merintih tidak jelas menggelengkan kepala dan meronta berusaha menolak, namun semua usahanya sia-sia, dan gadis itu kembali terpekik dan tersentak karena Anton kini dengan kuat meremasi kedua payudaranya yang kencang menantang. Memang benar kata orang, gadis seperti Yusi memang sangat memuaskan, wajahnya yang cantik, buah dadanya yang tegak menantang bergerak naik turun seirama napasnya yang tersengal-sengal, tubuhnya yang montok telanjang bersimbah keringat, kedua pahanya yang mulus bagai pualam tersentak terkangkang-kangkang, bibir kemaluannya tampak megap-megap dijejali kejantanan Anton yang begitu besar. Sementara dinding kemaluannya terasa seperti mencucup-cucup tiap kali gadis itu terpekik tertahan.
Yusi merintih memohon ampun, namun tusukan demi tusukan terus menghajar selangkangannya yang semakin perih. Payudaranya yang biasanya tersenggol pun terasa sakit kini diremas-remas tanpa ampun. Belum lagi rasa malu diikat dan ditelanjangi di depan orang yang tidak dikenalnya, lalu diperkosa tanpa dapat berkutik. Rasanya bagai bertahun-tahun Yusi disetubuhi tanpa mampu melawan sedikitpun.
Tanpa dapat ditahan lagi Anton menyemburkan spermanya dalam hangatnya kemaluan Yusi sambil sekuat tenaga meremas kedua payudara gadis itu, membuat Yusi tergeliat-geliat dan terpekik-pekik tertahan sumpalan celana dalam di mulutnya. Kepala gadis itu terasa berputar menyadari ia akan hamil. Perlahan pandangan gadis itu menjadi gelap.
Yusi kembali tersadar oleh dengusan napas di depan wajahnya. Sebelum sadar sepenuhnya, sengatan perih di selangkangannya membuat gadis itu terpekik dan meronta. Namun tangan dan kakinya tidak mau bergerak, dan pekikan-pekikannya tidak dapat keluar. Dengan gemas Anton kembali menggenjotkan kejantanannya menikmati keperawanan Yusi. Anton tidak tahan lagi untuk tidak kembali menggagahi gadis itu, memandanginya tergolek telanjang bugil tanpa daya di atas ranjang. Pahanya yang putih mulus terkangkang seolah mengundang, bibir kemaluannya yang berambut jarang terlihat berbercak merah, tanda Yusi memang betul-betul masih perawan, tadinya.
Kedua payudara gadis itu berdiri tegak menjulang, dengan puting susu yang kemerahan menggemaskan. Sementara wajahnya yang manis dan bau tubuhnya yang harum alami sungguh membuat Anton lupa diri. Dengan istri muda seperti Yusi, ia tidak akan mau tidur sekejap pun, tidak perduli gadis itu suka atau tidak.
Yusi merintih-rintih tidak jelas dengan mulut tersumpal celana dalam di sela-sela jeritan tertahan.
Tanpa mampu merapatkan pahanya yang terkangkang, gadis itu merasakan kemaluannya semakin perih tiap kali Anton menggerakkan kejantanannya. Tiap detik, tiap genjotan terasa begitu menyakitkan, Yusi berharap kembali pingsan saja agar perkosaan ini segera berlalu. Namun gadis itu tanpa daya merasakan bagian bawah tubuhnya terus ditusuk-tusuk benda yang begitu besar.
Anton semakin giat menggenjotkan kejantanannya dalam hangatnya kemaluan Yusi yang peret dan mencucup-cucup menggiurkan. Istri barunya ini memang pintar memuaskan suami di atas ranjang. Apalagi kalau nanti diajak tidur beramai-ramai bersama satu atau dua istrinya yang lain. Membayangkan meniduri dua atau tiga gadis sekaligus membuat Anton semakin bersemangat menyodok kemaluan Yusi, semakin cepat, semakin dalam. Anton merasakan kejantanannya menyentuh dasar kemaluan gadis itu bila disodokkan dalam-dalam. Yusi sendiri hanya merintih tampak pasrah mempersembahkan kesuciannya pada Anton. Tubuh montok gadis itu tergelinjang-gelinjang kesakitan tiap kali kejantanan Anton menyodok masuk dalam kemaluannya yang begitu sempit. Dengan menggeram seperti macan menerkam mangsa, Anton dengan nikmat menyemburkan sperma dalam kehangatan tubuh Yusi yang terpekik tertahan-tahan.
Semalam suntuk Anton dengan gagahnya memperkosa Yusi, setidaknya lima kali gadis itu disetubuhi tanpa daya. Entah berapa kali Yusi pingsan ketika Anton mencapai puncak, hanya untuk tersadar ketika tubuhnya kembali dinikmati dengan buasnya. Selangkangan gadis itu terasa perih dan panas, seperti ditusuk-tusuk besi yang merah membara. Payudaranya serasa lecet diremas habis-habisan, terkena semilir angin pun perih. Punggung gadis itu perih tergores kuku Anton.
Namun siksaan tanpa belas kasihan itu tidak kunjung usai, bagai tidak mengenal lelah kejantanan Anton terus bertubi-tubi menusuk dalam-dalam, kedua tangannya seperti capit kepiting terus mencengkeram buah dada Yusi. Sementara gadis itu dengan tangan dan kaki terikat erat tidak mampu berkutik, apalagi menghindar atau mencegah. Bahkan menjerit pun Yusi tidak mampu, tenaganya sudah habis dan sumpalan celana dalamnya sendiri membuat pekikannya hanya seperti erangan. Bagai berabad-abad Yusi dibuat bulan-bulanan tanpa daya.
Perlahan Anton membuka sumpalan mulut Yusi. Gadis itu sendiri masih telanjang bulat dengan tangan dan kaki terikat terentang lebar.
Yusi sambil terisak terus menggelengkan kepala. Berulangkali bujukan dan ancaman Anton tidak dihiraukan Yusi, membuat Anton naik pitam.
"Baik, jadi kamu tidak ingin jadi istriku. Baik, kamu sendiri yang minta, Nduk! Jangan salahkan aku kalau aku bertindak tegas!" kata Anton sambil membuka ikatan kaki Yusi.
Anton kemudian membuka ikatan tangan gadis itu dari besi ranjang, namun kedua pergelangan tangannya tetap terikat erat. Lalu dengan menarik ujung tali yang mengikat tangan Yusi, Anton menyeret gadis yang masih telanjang bulat itu keluar kamar. Karena tubuhnya masih lemas, Yusi tidak kuasa menolak dirinya yang masih bugil diseret sampai ke jalan desa yang terang benderang.
"Hei, lihat! Lihat ini! Sungguh memalukan!" seru Anton sambil menyeret gadis yang mati-matian berusaha menutupi ketelanjangannya.
"Ada apa Pak Anton? Apa yang terjadi?" tanya orang-orang desa yang segera saja mengerumuni keduanya menatap sosok laki-laki yang tengah penyeret seorang gadis dalam keadaan tangan terikat..
"Lihat ini! Perempuan ini sudah membuat desa kita tercemar! Dia berzinah dengan laki-laki! Saya pergoki mereka di rumah kosong di tepi desa! Sayang laki-lakinya kabur, tapi saya tahu orangnya! Pasti nanti akan kita tangkap!" seru Anton berapi-api.
"Tidak! Tidak..... tolong......!!" sia-sia Yusi berusaha membantah, suaranya tertelan ramainya suasana.
"Lihat! Ini bukti perempuan ini sudah berzinah!".
Kerumunan orang bergumam dan mengangguk-anggukkan kepala.
"Tidak! Saya tidak ber....." perkataan Yusi terputus oleh teriakan salah seorang.
"Bawa ke balai desa! Biar dihukum adat di sana!" serunya.
Seseorang lain menarik tali yang mengikat tangan Yesi dan menyeret gadis telanjang bulat itu menuju ke balai desa. Sepanjang jalan mereka berteriak-teriak, membuat semakin banyak orang keluar rumah melihat Yusi yang bugil diseret. Anak-anak kecil berlari-lari mengikuti sambil tertawa-tawa mengejek.
Di balai desa, tepat di tengah pendopo, tangan Yusi diikat erat kebelakang dan tali melilit di tubuhnya kemudian tali pengikat tubuh Yusi ditarik ke atas dan diikatkan dengan tiang di atasnya. Kini gadis telanjang bulat itu tergantung dengan tubuh terikat ke atas. Yusi tahu bahwa hukuman bagi orang yang berzinah biasanya keduanya ditelanjangi, kemudian diikat seharian di balai desa. Seperti dirinya sekarang, namun ia hanya sendirian. Namun sia-sia gadis itu berusaha membantah, suaranya yang kecil hilang ditelan ramainya orang di sekitarnya. Dan kini ia berdiri telanjang bulat sendirian dikelilingi belasan warga.
Isakan tangis Yusi semakin keras mendengar tawa orang-orang yang mengelilinginya, berkomentar mencemooh tentang kemulusan tubuhnya, buah dadanya yang ranum kemerah-merahan bekas diremas, pantatnya yang bulat, pahanya yang mulus. Isakan gadis itu terhenti ketika sebuah truk berhenti di depan balai desa. Beberapa ibu-ibu yang turun dari truk terheran-heran melihat ke arah Yusi. Beberapa orang kemudian menurunkan barang-barang dari truk. Yusi tersadar, hari ini hari pasar, dan ratusan orang akan berkumpul hanya beberapa meter darinya. Ratusan orang akan melihat dirinya telanjang bulat tanpa tertutup sehelai benang pun.
Kepala gadis itu terasa berputar, saat Anton berbisik di telinganya, "Rasakan akibatnya kalau kamu tidak mau jadi istriku! Sekarang semua orang tahu kamu sudah tidak perawan, dan semua orang juga sudah pernah melihat kamu tanpa pakaian!"
Perlahan gadis itu kembali terisak dan berpikir seandainya saja ia menerima menjadi istri Anton.
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar