Amar kemudian merebahkan tubuhnya di sampingku, sebelum akhirnya mulai tertidur lelap. Terdengar suara dengkurannya yang cukup keras hingga membuatku tertawa tertahan. Karena tidak merasa mengantuk walaupun lelah, aku lalu menatap kosong langit-langit kamar tidurku ini. Pikiranku melayang-layang mengingat kejadian-kejadian yang aku dan Amar sering lakukan sebelum ini. Semua petualangan seks mulai dari pertama kali semua hal ini berawal, yaitu di kamar mandi rumah orangtua kami, kemudian di kamar kami masing-masing hampir setiap malam, di parkiran mobil sebuah pusat perbelanjaan dan masih banyak lagi. Kejadian yang tidak sepantasnya kami lakukan. Namun apabila nafsu sudah menguasai, perbuataan tersebut tidaklah pandang bulu karena yang dikejar hanyalah kepuasan birahi belaka. Kami berdua memang sudah tidak dapat memutar waktu dan merubah semuanya.
Hanya dengan membayangkan kejadian-kejadian tadi sudah membuat vaginaku kembali basah. Masih sangat terasa usapan-usapan telapak tangan Amar yang merayapi pahaku dan juga denyutan-denyutan kenikmatan pada vaginaku. Saat ini jari-jemariku mulai mengusap klitorisku yang rasanya kian membengkak. Tanganku yang satunya lagi meremasi payudaraku yang mungil namun padat serta perlahan-lahan memilin bagian putingnya dengan penuh kelembutan.
“Eemm... Eemmm... Maaaar...” desahku pelan seraya menekan bagian vaginaku hingga tubuh ini semakin menegang.
Kurasakan butir-butir keringat telah mengumpul di sekujur tubuh dan mulai menuruni kulitku yang mulus. Hawa di dalam ruangan sebenarnya cukup sejuk, namun imajinasi liar dan panas ini membuat diriku seperti orang yang sedang mandi. Aku lalu membalikkan badan hingga tidur menyamping membelakangi Amar agar tidak mengganggunya.
“Engggghhhhh... Hhhmmmhhhhh...” ketika menggosok-gosok klitorisku tidak terasa aku mulai mendesah-desah merasakan nikmatnya masturbasi ini.
Ada rasa menggelitik saat jari tengahku bergerak lembut memutari putingku yang semakin meruncing. Sambil melakukan gerakan ini, aku mencoba membayangkan adikku menggerayangi lekuk-lekuk tubuhku yang mulus, kemudian bibirnya yang tebal menghisap puncak payudaraku dan dengan tanpa ampun dia menjebloskan batang penisnya yang keras ke dalam vaginaku.
“M-marrr... Amaaaaar…! Ooooh... Amaaaar…!” aku menyebut nama adikku berulang-ulang saat merasakan kenikmatan yang tiada tara.
“Auhhh…” aku tersentak kaget ketika sebuah tangan memegang bahuku dan tentu saja membuat diriku keluar dari kenikmatan sebuah dunia halusinasi.
“Enak ya Teh masturbasi sambil bayangin Amar? Tapi aslinya bisa bikin Teteh kelojotan kan?” tanya adikku yang rupanya sudah terbangun hingga membuat diriku semakin tersentak.
Adikku yang telah mengetahui bahwa dia baru saja menjadi bahan imajinasiku memasukkan dua jemari tangannya ke dalam lubang vaginaku yang telah basah kuyup. Ketika jari-jari itu ditarik keluar, Amar menghirup aroma lendirku lalu menghisapnya kuat-kuat.
Karena tidak tahan lagi akhirnya aku langsung mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Kedua lidah kami bertemu seketika dalam peraduan adegan yang terlarang ini. Tubuhku seperti menggigil saat ciuman kami semakin liar tanpa kendali. Bibir adikku kini mulai merambat turun ke leherku. Dengan kasar lidahnya menjilati batang leherku dengan kuat. Kedua tanganku melingkar memeluk batang leher adikku sambil terus merintih lirih. Tampaknya Amar terangsang dengan suaraku karena terbukti sekarang dia semakin ganas menjilati batang leherku.
Ketika sedang menikmati perlakuan adikku, tiba tiba saja HP milikku berdering. Tadinya aku berniat untuk tidak mengangkatnya, namun ternyata Amar mengambilnya dan mendekatkan padaku.
“Halo...” terdengar suara dari seberang sana.
“Ha-halo Mas... Ke-kenapa?” aku menjawab panggilan tersebut yang ternyata adalah suamiku.
“Emm... Mas cuma mau bilang kalo nanti pulangnya agak maleman yah... Tadi Mas udah SMS kamu sih... Tapi nggak dibales-bales...” jelasnya.
Sementara itu walaupun adikku telah mengetahui bahwa ini adalah telepon dari kakak iparnya, dengan cuek dia tetap saja meneruskan aktivitasnya. Dalam keadaan seperti ini tentu saja aku harus menjawab dengan nada yang sewajarnya supaya suamiku tidak curiga dan berpikiran macam-macam.
“Ennngh... Ma-maaf Mas… Ta-tadi la-lagi sibuuuk... Aaaah... Ja-jadinya... Mas pu-pulang jam berapaaa?” tanyaku semakin terputus-putus karena tangan Amar kini bermain di sekitar perut dan payudaraku.
“Belom tau juga sih... Soalnya mau ada acara sama temen-temen kantor dulu...” terang suamiku.
“I-iyaaa udaah... Aaaah... Ja-jangaaan... Malem-maleeem pulangnyaaa... Yaah... Ennggh...” kataku semakin tidak jelas karena Amar dengan kurang ajarnya menghisap putingku yang tentu saja membuat gairahku bergejolak.
Aku berusaha agar tidak sampai mengalami orgasme selagi berbicara dengan suamiku. Tidak berani aku membayangkan apa yang akan terjadi bila dia sampai mengetahui yang sedang dilakukan oleh istri dengan adik iparnya saat ini.
“Iya nggak kok... Tapi Mas jadi nggak bisa menuhin janji tadi pagi deh... Tapi pulangnya nanti Mas beliin makanan kesukaan kamu deh...” hibur suamiku karena masih merasa bersalah.
“He-eh... Ng-nggaaak apa-apaaaah kok... Aaaaah... U-udaaaah Maaas... Nggak usah repot-repooot... Ennngh...” pekikku setengah tertahan.
“Nggak ngerepotin kok buat istri paling pengertian kayak kamu... Eh, kamu lagi ngapain sih? Kok ngomongnya ngos-ngosan kayak gitu?” tanyanya penasaran dengan suara nafasku yang memburu.
“Eeeh... Ng-nggak kok... Cu-cuma capek abis nyuci sama jemuur... U-udah dulu ya Mas... Hati-hati ajaah pulangnyaaa...” jawabku lalu segera mematikan HP dan berharap dia tidak menaruh curiga.
Begitu pembicaraan selesai, aku segera menaruh HP dan melepaskan lenguhan yang sejak tadi kutahan-tahan. Aku memandang Amar dengan sedikit kesal sekaligus penuh gairah. Melihat reaksiku barusan dengan cepat Amar kembali menciumi bibir serta leherku yang tadi sempat tertunda. Nafasnya yang hangat mengenai daerah tengkuk mulusku hingga membuat darah ini terasa berdesir.
Gairahku kini tentu saja kembali naik hingga tubuhku sedikit terlonjak serta kedua kakiku dan cairan cintaku mulai keluar dengan jumlah yang cukup banyak.
“Teh... Mas Sigit lembur yah? Waaah...!! Enak dong nih... Amar bisa maen sama Teteh sampe malem... Hahaha...” tebak adikku dengan wajah senang.
“Iyaaaah... Aaaaah.... Udah sekaraaang terusiiin ajaaa...!! Oooooh...” jawabku di antara desahan nafasku.
Kenikmatan yang melandaku ini benar-benar membuatku berubah dari seorang istri yang setia menjadi wanita murahan. Namun sungguh permainan adikku membuat tubuh ini melonjak seperti tersengat listrik. Ketika mataku saling bertatapan dengan matanya yang berbinar-binar liar, aku terlena dalam nyamannya rasa nikmat hingga tidak menyadari saat tangannya sudah berada di bagian selangkanganku lagi.
“Ohhhhhhhhhhhh…!!” aku semakin terangsang saat tangan adikku yang satunya meremas-remas gundukan kecil payudaraku.
Sungguh luar biasa nikmatnya saat telapak tangan Amar yang kasar bergesekan dengan kulit halus payudaraku hingga sulit sekali untuk diungkapkan dalam rangkaian kata-kata.
“Uuuuuhh... Mmmmhhh... Eenaaak... Maaaaar... Amaaaaar... Oooohhhh!!” desahku nakal.
“Heemmm… Sekarang kok Teteh yang napsu sih?” tanya Amar.
Tanpa ada keinginan untuk menjawab, aku terus menikmati remasan-remasan kuat tangannya. Agar lebih nyaman aku memperbaiki posisiku dengan membuka lebih lebar kedua kakiku. Tangan kiri Amar mengelus-elus selangkanganku sedangkan tangan kanannya terus bermain pada payudaraku. Aku menggigit pelan bibir bawahku untuk menahan suara desahan dan rintihan dari bibirku.
“Eeehh… Aaaah… Amaaaarr…!!” aku sedikit terkejut ketika keempat jarinya sudah mulai menggaruk dan memijat-mijat permukaan vaginaku.
Nafasku terasa semakin berat dan sesak saat rasa nikmat itu semakin menjadi-jadi. Gairahku semakin sulit untuk dikendalikan sehingga untuk beberapa detik lamanya aku hanya terdiam pasrah. Melihat seringai mesum pada wajah Amar justru membuat aku terangsang berat.
“Uufffhhh… M-maaar…!! Ooooh…!!” sambil terus mendesah aku memegang tangannya lalu mengarahkan ke bagian klitorisku.
Tubuhku terasa menghangat dan lemas saat jari-jari tangannya sudah berada di bagian paling sensitif dari vaginaku. Aku semakin mendesah nikmat saat tangan adikku terus merayapi bagian intimku. Sudah tentu aku sangat menikmati urutan-urutan Amar di tempat tersebut.
“Eemmmhhh… Ssssshh… Ssssshhhhh… Aaahhhh…!” aku tidak menyadari sejak kapan cairan vaginaku mulai meleleh melalui rekahan vaginaku yang masih rapat.
Aku semakin sering menggelinjang dan menggelepar keenakan saat tangan Amar menjepit dan memilin-milin puting susuku, sementara jemari terlatihnya terus-menerus mengelus serta menggosok-gosok di belahan bibir vaginaku.
“Maaaaar…!! Eemmmh… Maaaar…!!” aku mengejang dengan nafas tertahan saat merasakan vaginaku berdenyut-denyut dengan kuat.
“Aaakhhhh… Teteeeeh keluaaaaaaar…!!! Amaaaaaaaar…!!!!” aku berteriak-teriak seperti orang gila ketika mencapai puncak.
Semburan-semburan cairan hangat yang nikmat itu membuat tubuhku menggigil dengan hebat. Remasan-remasan tangan Amar membuatku semakin terhanyut menikmati klimaksku. Kedua mataku terpejam meresapi sisa-sisa orgasme yang baru saja kualami.
“Teh... Amar pengen ngentot lagi nih... Tapi ganti posisi yah? Sekarang kita pake gaya nungging yuk…!!” ajak adikku dengan pandangan berbinar sambil jakunnya bergerak turun naik tanda sudah sangat bernafsu untuk dapat menyetubuhi kakak kandungnya kembali.
Aku hanya terdiam saat dia sudah membalikkan tubuhku yang masih lelah. Setelah menyandarkan lenganku ke tembok, kedua tangan Amar dengan kuat menarik pinggulku hingga bersentuhan dengan penisnya.
“Siap-siap ya Teh...! Pasti bakalan lebih kerasa sodokan kontol Amar deh...” ujar Amar memperingatkanku.
Yang terjadi selanjutnya adalah Amar merangkul pinggangku kemudian menggesek-gesekkan kepala penisnya pada bibir vagina ini yang masih terasa sangat basah. Penis adikku kini sudah menempel tepat di belakang lubang vaginaku dan mencoba untuk masuk ke dalam liang kenikmatan tersebut.
“Nngghhh… Maaar...!! Nnngghhh…” berkali-kali tubuhku terdesak kuat saat Amar berusaha menjejalkan penisnya.
Kepala penis Amar terus bergesekan dengan bibir vaginaku yang basah oleh lendir-lendir licin yang lengket sebelum akhirnya menekan kuat hingga mulai masuk sepenuhnya. Dapat aku rasakan kedutan-kedutan alat kelamin kami yang sudah menyatu. Batang tersebut terus bergerak-gerak dengan sentakan-sentakan yang kuat dan semakin dalam hingga selangkangan kami saling mendesak. Berkali-kali tubuhku mengejang nikmat saat adikku mulai menggenjot. Genjotan-genjotan kasarnya dipadu dengan goyangan ke kiri dan kanan.
Sekujur tubuhku bergetar hebat menahan rasa nikmat saat batang yang panjang tersebut memasuki liang vaginaku. Aku membenamkan kepalaku ke bantal untuk meredam suara teriakan yang keluar dari mulutku.
“Aaarrgghh..!! Jangaaaan kenceng-kenceeeeng dongg Maaar...!!” erangku panjang ketika penis tersebut semakin dalam memasuki vaginaku.
“Kenapa Teh? Sakit yah?” tanya adikku dengan nada kasihan.
“Eeenghh... Agak sih... Ta-tapi enak kok...” jawabku yang tidak ingin Amar mengakhiri semua ini.
Ketika sudah cukup lama berada di dalam posisi menungging, akhirnya tenagaku habis. Buah pantatku merosot turun serta payudaraku mendarat di atas ranjang. Aku tergeletak tanpa daya dibawah tindihan tubuh Amar ketika tangannya mengelus-ngelus punggungku.
“Sssssshhhh... Sssssshhhhh...” aku meringis menahan rasa nikmat saat penis itu mulai memompa liang vaginaku.
Tubuhku terasa lemas tak bertenaga hingga Amar menghentikan kegiatannya sebentar untuk memberikan kesempatan padaku mengambil nafas. Kemudian dia melanjutkan kembali usahanya melakukan penetrasi. Gempuran demi gempuran batang penis Amar seolah menguras habis tenagaku. Suara helaan nafas kami dan suara penisnya yang beradu dengan selangkanganku saling bersahutan memenuhi kamar ini. Aku terus menikmati setiap sodokan-sodokan batang penis Amar.
Ketika kekuatanku sudah lumayan pulih, pantatku mulai naik ke atas hingga posisiku kembali menungging. Namun kali ini tubuhku ditopang oleh kedua kaki serta tanganku.
“Nahhh... Kayak gitu dong! Teteh emang hebaaattt!” kata adikku memuji.
“Aaahhh... Aahhh... Aaaaaaahhh...” aku merintih lirih merasakan lingkaran otot yang seperti tertarik keluar saat Amar menarik penisnya lalu membenamkan seluruh batangnya sekaligus.
“Gilaaa memeknyaaa Teteeeeh...!! Sumpaaaah... Enaaaaak bangeeeet...!!! Aaaaaaakkh...!!” adikku menggeram.
“Ooooooh...!!! Teteeh jugaa enaaaaak bangeeet adikkuuu sayaaang...!!! Setubuhiii Teteh kamuuuumu iniiii... Aaaaaaah....!!!!” aku merajuk.
Saat adikku menghujam-hujamkan batangnya dalam vaginaku, aku mulai memutar-mutar batang penisnya di dalam liangku dari arah depan. Dia memelukku dan menekan kuat batangnya ke dalam vaginaku. Rambut hitamku jadi terlihat berantakan karena mengikuti arah kepala yang terus terbanting-banting di atas kasur.
“Maaaar...!!!! Oooohh...!!” aku semakin sulit mengendalikan luapan nafsuku saat kedua tangan Amar menggapai payudaraku dan melakukan remasan-remasan lembut.
“Oooooh...!! Aaaaaaah...!! Teteeeeeeeh...!!!!! Amaaar pengeeeen keluaaaaarrrr...!!” teriak Amar yang rupanya hendak mencapai puncak.
“Aaaanghh... Aaaaaaanngghh... Keluaaariiin di daleeeem ajaaa Maaaar...!! Aaaaah...” perintahku sambil mendesah dengan suara sedikit serak.
“Oooohh... Teteeeh jugaaaa keluaaaarrr lagiiiih...!! Ooooohh... Ooohhh... Eenaaaaakkk....!!” aku mengerang-erang ketika mencapai puncak kenikmatan pada saat yang hampir bersamaan dengan Amar.
“Ooookhh... Enaknyaaa memek... Heeeh... Teteeeh... Eeenggh...” celoteh adikku yang sudah mencapai klimaks.
Dengan tanpa ampun penisnya yang terus menyeruak masuk mulai berkedut-kedut. Adikku berkelojotan ketika meraih ejakulasi melalui perantara tubuhku. Semburan demi semburan terus memenuhi rahimku. Dipegangnya pantatku erat-erat supaya semua spermanya dapat masuk ke dalam tubuhku. Aku dapat merasakan siraman lendir kental beberapa kali dalam liang vaginaku dan aku merasakan terbang melayang dan rasa nikmatku sampai ke ubun-ubun. Kami berdua sama-sama menggeram setiap kali adikku menyemprotkan sperma. Aku terus bergidik merasakan nikmatnya air mani yang keluar di dalam vaginaku hingga tetes terakhir. Aku sampai pada puncak terindah dengan berdesir-desirnya air kental keluar dari dalam tubuhku.
“Aaaaaakhhh... Oooooh... Teteeeeeh...!!!” teriak Amar sebelum akhirnya merebahkan diri.
Aku dapat merasakan kehangatan sperma adikku terus mengalir masuk ke dalam liangku. Kami bepelukan kuat sekali. Aku sampai menahan nafasku, sakin kuatnya aku memeluk tubuh adikku. Tidak berapa lama pelukan kami berangsur-angsur melemas. Kini energiku sudah benar-benar habis bersamaan dengan irama nafas adikku yang memburu.
Butir-butir keringat meleleh di tubuh kami berdua yang baru menjalin hubungan terlarang namun nikmat. Amar menatap mataku kemudian menghadiahiku sebuah senyuman yang manis. Aku menyambut senyuman tersebut dengan senyuman manis pula.
“Haaaah... Haaaah... Semoga Teteh bisa cepet hamil ya Maaar...” kataku penuh harap.
“I-iyah... Misalnya Teteh hamil artinya itu anak Amar dan bukan dari Mas Sigit kan?” tanyanya ingin meyakinkan.
“Pastinya anak kita Mar... Tapi anak rahasia kita berdua aja...” bisikku sambil tersenyum penuh arti.
Saat ini kami benar-benar merasa kelelahan. Aku membaringkan kepalaku di dadanya yang kurus. Ada rasa nyaman yang kurasakan saat kedua tangannya memeluk tubuhku yang mungil dan mengusap keringat di tubuhku.
“Makasih ya Mar... Belum pernah Teteh ngerasain kenikmatan kayak gini lagi abis nikah...” ucapku mesra.
“Sama-sama Teh... Amar selalu siap kok muasin Teteh kapan aja...” balasnya dengan mencium pelan pipi dan keningku.
Ketika menyadari kalau saat ini sudah cukup siang, kami bergegas mengenakan pakaian, kemudian menuruni tempat tidur dan menuju ke ruang tamu karena takut jika mertuaku tiba-tiba saja pulang. Sekitar 30 menit kemudian adikku pamit untuk pulang.
“Hhhuuufff...! Lega banget deh rasanya...” akhirnya aku dapat menghela nafas panjang.
Setelah menutup pintu depan, aku kembali masuk ke kamar tidur lalu merayap naik keatas ranjang dan berusaha menenangkan diri sambil berusaha mengusir sisa-sisa kenikmatan yang sudah lama tidak aku alami dengan Amar.
Walaupun ada perasaan berdosa saat melihat wajah suamiku yang tidak pernah mengetahui hal ini. Terkadang peristiwa tersebut membuat aku mengutuk diriku sendiri, namun di sisi lain ada perasaan lapang karena telah menerima sesuatu yang sudah sangat aku rindukan selama ini. Namun mungkin nantinya aku akan berusaha menghindari Amar saat aku sedang main ke rumah orangtua kami di Cibubur atau ketika ada acara keluarga besar, karena apabila ini terus terjadi maka cepat atau lambat suamiku pasti akan mengetahui semuanya.
- Tamat -
0 komentar:
Posting Komentar