Diberdayakan oleh Blogger.

Kamar Violet

Selasa, 13 November 2012



Pria itu menciumku semakin panas, ia menindihku sehingga kami terhempas ke ranjangku dengan posisi aku di bawahnya. Bibir kami saling memagut dan tangannya menggerayangi pahaku yang terbuka dengan liarnya, lidahnya menjalar bagai bagai ular ke telinga dan leherku sementara tangannya menarik lepas lipatan handuk kuning yang melilit tubuh telanjangku. 
“Wah...mantap Non!” ujarnya memandangi tubuhku dengan tatapan nanar.
Tangannya bergetar meraih dan meremas-remas payudaraku yang berputing kemerahan sehingga menyebabkan aku mendesah-desah, suaranya desahanku terdengar sangat sensual. Wajahnya mendekati kedua gunung kembarku lalu kurasakan lidahnya menjalar dan meliuk-liuk di putingku, menghisap dan meremas-remas payudaraku. Setelah itu tangannya mulai merayap ke bawah, mengelus-elus bagian kewanitaanku yang ditumbuhi bulu-bulu yang lebat. Jari Bang Selon, pria itu, mengelus-elus bibir vaginaku lalu mulai menyusup ke dalam.
“Aahh...Bang!” erangku menahan nikmat.
Bang Selon tidak membuang-buang waktu, ia segera membuka kaos lusuh bergambar iklan rokok dan celana pendeknya dan kembali melumat payudaraku yang sudah menegang, perlahan mulutnya merayap makin ke bawah.. ke bawah.. dan ke bawah. Ia mengecup-ngecup gundukan di antara pahaku sekaligus mengelusi paha dan pantatku. Dengan hati-hati ia membuka kedua pahaku dan mulai mengecup vaginaku disertai jilatan-jilatan. Tubuhku pun bergetar merasakan serangan lidah Bang Selon.
"Agghh.. To.. oohh.. enakk.. Bang, terus jilatnya....yah...disitu...aaahhh!" desahku sambil meremasi rambutnya.
Mendengar desahanku, Bang Selon semakin menjadi-jadi, ia bahkan menghisap-hisap kewanitaanku dan meremas-remas payudaraku dengan liar. Hentakan-hentakan birahi sepertinya telah menguasai diriku, tubuhku menggelinjang keras disertai desahan dan erangan yang tidak berkeputusan, tanganku mengusap-usap dan menarik-narik rambut Bang Selon, seakan tidak ingin melepaskan kenikmatan yang kurasakan. Kubuka lebih lebar kedua kakiku agar memudahkan mulut Bang Selon melahap vaginaku. Sensasi geli yang nikmat membuatku menggeleng-gelengkan kepala dan menggeliat-geliat. Aku makin tenggelam dan setiap detik belalu semakin dalam menuju ke dasar lautan birahi. 

Bang Selon tahu persis apa yang harus dilakukan selanjutnya, ia membuka celana dalamnya dan merangkak naik ke atas tubuhku. Kami pun bergumul dalam ketelanjangan yang berbalut birahi. Sesekali Bang Selon di atas sesekali dibawah disertai gerakan erotis pinggulnya, demikian pula aku tidak tinggal diam dan melakukan juga yang sama. Kemaluan kami saling beradu, menggesek, dan menekan-nekan. Degup jantungku berdetak kencang dan bagian-bagian sensitif di tubuhku mengeras. Rasa malu dan berdosa telah tergerus oleh birahi yang meledak-ledak bercampur sebagai pelampiasan dari rasa marah, sedih dan kecewa yang kurasakan. Hari ini, genap seminggu aku putus dari Hendri yang diam-diam ternyata menduakanku. Di tengah kegalauan ini aku teringat sebuah film semi yang pernah kutonton dimana si wanita yang diselingkuhi pacarnya melampiaskan perasaannya dengan main gila dengan pria lain. Bang Selon, pria bertampang kasar berusia 30an yang sedang menggumuliku ini bukanlah pacarku, ia hanyalah pengantar air galon yang sering mengantar air ke kos tempatku tinggal ini. Dialah yang menjadi alat untuk pelampiasan rasa stressku akibat pengkhianatan Hendri, aku tahu bagi sebagian orang ini menjijikkan tapi aku tidak peduli karena aku mulai menikmatinya. Menikmati bagaimana tubuhku dijarah pria lain karena disia-siakan oleh pria yang tadinya begitu kucintai. Bang Selon kini memposisikan diri di antara kedua belah pahaku sambil tangan kanannya memegang kejantannya yang telah menegang. Pria itu mengarahkan kejantanannya ke vaginaku. 
"Abang coblos sekarang yah Non" ia meminta persetujuanku.
"Iyah, jangan kasar ya Bang, saya ga suka" kataku dengan pasrah
“Tenang Non, sama Abang pasti ketagihan lah, pokoknya Non enjoy aja!” ia lalu mulai menekan kepala penisnya yang bersunat mirip jamur itu ke bibir vaginaku
"Ehh.. akkhh.. mpphh" aku pun merintih dan menggeliat
"Rileks Non... nanti lebih enak lagi"
"He eh Bang.. eesshh" penis itu panjang juga, lebih panjang dari milik Hendri ataupun dua orang mantanku terdahulu
"Enak Non?"
"Ehh...iya enaakk Bang"
Bang Selon menekan pinggulnya lagi sehingga penisnya makin masuk ke vaginaku
"Aakhh.. eengghh" erangku cukup keras sambil mencengkram erat lengan pria itu
Bang Selon mendiamkan penisnya yang telah menancap dalam vaginaku agar aku bisa membiasakan diri dulu, pengertian juga dia terlepas dari tampang kasarnya itu. Aku dapat merasakan batang itu berdenyut-denyut di antara jepitan dinding vaginaku.
"Abang suka sekali toked Non...putih montok" katanya sambil meremas payudaraku yang berukuran sedang tapi bulat padat.
Tanpa berlama-lama lagi mulailah ia menggenjot vaginaku. Penis yang besar itu seakan mengaduk aduk isi vaginaku, aku mendesah tak tertahan merasakan kenikmatan yang kudapat.
"eehh..yess...entot saya Bang...yess" desahku mulai ngaco menerima gerakan Bang Selon yang semakin cepat itu, mataku pun merem-melek merasakan nikmatnya.
Nampaknya Bang Selon tahu bahwa aku sudah pada situasi terangsang berat, ia merebahkan badannya yang agak gempal menindih tubuhku dan memeluknya seraya melumat mulut, leher dan telingaku, ia mengecup-ngecup leher, pundak dan akhirnya payudaraku kembali jadi bulan-bulanan lidah dan mulutnya. Perlakuan Bang Selon membuat birahiku makin menggila, aku pun semakin melenguh dan mendesah tak karuan. Bagian belakang tubuh Bang Selon yang mulai dari punggung, pinggang sampai pantatnya tak luput dari remasan-remasan tanganku. Aku membiarkan diriku dikuasai si tukang antar air itu, pinggulnya mulai digerakan memutar perlahan sekali mengaduk vaginaku, tapi mulutnya bertambah ganas melahap gundukan payudaraku beserta putingnya.
"Uhh.. ohh...enakkhh Bang" desah kenikmatanku sambil membuka kakiku lebih melebar lagi.
Bang Selon tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia mempercepat ritme gerakan pinggulnya.
"Agghh.... terus Bang" aku meracau merasakan kejantanan Bang Selon yang berputar-putar di kewanitaanku, kepalanya tengadah dengan mata terpejam, pinggulnya turut bergoyang. Merasakan gerakannya mendapat respon Bang Selon tidak ragu lagi untuk menarik-memasukan batang kemaluannya.
"Aaauugghh.. sshh....Bang...iya Bang!!” Aku tak kuasa lagi menahan luapan kenikmatan sampai eranganku makin tak terkendali, aku masih mencoba menggigit bibir agar tidak terlalu keras, tapi tetap saja kadang kelepasan apalagi kalau Bang Selon memberikan sodokan keras.
"Eiihh.. huuss.. eenaakk sekallii Non Rika, memek Non sip!!" ceracaunya sambil terus menggenjotku.
"Aahh.. ohh..," kenikmatan terlarang itu semakin menderaku, pinggulku kubuat seirama kocokan penis Bang Selon.
“Non, nungging dong sekarang!” pintanya setelah seperempat jam lamanya menyetubuhiku.
Tanpa perlu diminta lagi, aku pun membalik tubuhku dan nungging dengan berpijak pada dua sikutku yang menekan ranjang, pria itu mengambil posisi tepat di belakangku.
"Nah...sekarang ganti gaya...wuih bokongnya Non juga mantep loh" Bang Selon membelai-belai pantatku. Tangannya menyibak bongkahan pantatku sehingga vaginaku jelas terlihat olehnya, setelah itu, astaga, ia mulai menjilati vaginaku.
"Ahh.. sstt Bang... aouhh gelii!" aku mendesah nikmat, jilatan Bang Selon dalam posisiku nungging begitu terasa nikmat sekali.
Mendengar desahku ia makin berani, jarinya ikut bermain mencucuk-cucuk vaginaku. Cukup lama juga ia menciumi dan menjilati vaginaku, sampai kurasa sesuatu mulai mengumpul di paha, pantat dan bibir vaginaku itu. Aku hampir orgasme ketika Bang Selon menghentikan jilatannya. Tadinya aku mau protes karena orgasmeku batal, tapi gengsi dong aku memohon seperti itu. 

Setelah jilatan itu lepas, penis Bang Selon yang masih tegang dan langsung melesak masuk lagi ke liang senggamaku.
"Ahh, enaak ya Non" ia menggenjot tubuhku dari belakang, maju mundur.
Aku terbuai menikmati setiap sodokannya, kedua tangannya pun tidak diam saja dan terus menggerayangi tubuhku, payudaraku yang menggantung tidak lepas dari remasan-remasannya. Tak lama kemudian, kedutan kecil mulai terasa di dinding vaginaku. Bang Selon mempercepat goyangnya, hingga sepuluh menit kemudian aku semakin merasakan sudah di ambang klimaks. Sesekali kubenamkan wajahku ke bantal kalau aku tidak tahan mendesah keras agar suaraku teredam. Genjotan pria itu makin bertenaga sampai ranjang ini berderit-derit.
"Ouughh.. ..Bang...saya... aaaahhh....aahhh!!" pertahananku akhirnya jebol, vaginaku mengucurkan banyak sekali cairan orgasme, kurasakan semua sendiku ngilu, dan kedutan di dinding vaginaku menjepit makin erat penis Bang Selon yang makin cepat keluar-masuk karena makin licin oleh cairanku.
“Duuhh...Bang...keluar nih....aaahhh...enak!” aku begitu hanyut dalam birahi yang menggebu-gebu.
"Peret Non...memeknya peret...uuhhh!!"
"Punya Abang kuat sekalii An.. uugghh"
"Ohh...Abang juga mau keluar Non... sshh" desah pria itu
Dengan sisa tenagaku aku mencoba lebih agresif membantunya keluar lebih cepat, pantatku bergoyang mengikuti irama hentakan-hentakan maju-mundur pantat Bang Selon.
Merasakan goyanganku, Bang Selon semakin bernafsu dan mempercepat hujaman-hujaman kejantanannya. Semakin liar kami bergumul, keringat kenikmatan semakin membanjir membasahi tubuh kami.
"Uuuhh...Non... abang mau ke.. kelu.. aarrghh" erang pria itu, remasannya pada payudaraku semakin brutal sampai aku meringis.
Akhirnya Bang Selon menekan penisnya dalam-dalam dan tubuhnya pun mengejang. Semprotan cairan hangat terasa sekali di vaginaku, cairan itu juga sebagian meleleh keluar membasahi selangkanganku. 
"Ahh Non... ohh...enaknya!" Bang Selon menidihku hingga posisi kami seperti pasangan jantan dan betina yang sedang senggama.
Kurasakan kedutan kelamin kami berpadu sampai akhirnya hilang perlahan, aku terbaring dengan nafas ngos-ngosan.

“Bang...!” aku memanggil pria itu, suaraku masih agak serak.
“Iya Non? Mau mulai lagi? Abang masih kuat loh!” katanya cengengesan.
“Cepet pake baju...pergi! yang lain udah mau pulang! Saya ga mau ada masalah Bang!”
“Loh...Kok, baru segitu...” protesnya pas saat kulempar kaos lusuhnya mengenai mukanya.
“Buruan Bang...saya mau istirahat, cepet pake baju!” kataku tidak sabaran.
“Eeehh...iya iya...lain kali masih mau kan Non?” tanyanya sambil memakai kembali pakaiannya buru-buru.
“Gimana nanti aja Bang...gak janji” aku meraih kaos longgarku dan memakainya tanpa bra di baliknya, lalu celana dalamku, setelah itu aku membuka pintu setengah dan melihat sekeliling koridor, masih sepi, semua pintu masih tertutup, berarti belum ada yang datang.
“Cepat Bang, mumpung belum ada siapa-siapa!” aku menyuruhnya buru-buru.
“Lain kali lagi ya Non, hehe!” sahutnya sambil memeluk tubuhku.
“Iiihhh...lepasin...cepet keluar dari sini Bang!” kudorong dadanya hingga lepas lalu kudorong pria itu keluar dari kamarku dan blam kututup pintu kamar tanpa menghiraukan celotehnya di luar sana. Sungguh persetubuhan tadi membuat tenagaku terkuras sampai aku merasa ngantuk. Aku pun langsung merebahkan diri di ranjangku tanpa merapikan dulu spreinya yang kusut. Mataku terpejam dan sebentar saja aku sudah terlelap ketiduran. Aku terbangun ketika jam dinding di atas meja belajarku menunjukkan jam setengah dua siang. Percintaan liar tadi masih saja membayangi pikiranku, bagaimana Bang Selon melumat tubuhku dan menyenggamaiku masih jelas terngiang-ngiang, rasa panas sedikit nyeri pada vaginaku pun masih terasa. Aku masih belum bergerak dari ranjang karena masih lelah, hanya mataku saja menyapu sekeliling kamarku di sebuah kos khusus putri di kawasan perumahan sekitar kampusku. Biaya perbulanya terbilang sedang, karena agak jauh dari kampus, perlu sepuluh menit jalan kaki. Tapi ruangannya nyaman untuk di tempati untuk mahasiswa sepertiku. Ruangan itu di cat hijau lembut dan berukuran 3x4 meter persegi. Ada satu tempat tidur beserta bantal dan gulingnya, satu lemari pakaian, satu set meja belajar, dan juga tentu saja ada kamar mandi. Soal keamanan bisa termasuk baik karena ini termasuk kompleks elite, sengaja aku memilih faktor keamanan setelah aku kehilangan HP di kosku yang dulu. 

Kesadaranku masih belum sepenuhnya pulih ketika kulihat ada seseorang yang berjalan masuk ke kamarku menuju kamar mandi. Aku tidak melihat wajahnya. Dia memakai baju berwarna serba merah. Kulitnya putih sekali. Tiba-tiba aku terbangun, baru sadar kok bisa-bisanya ada orang lain di sini? Kalau di rumahku sih mungkin saja adikku yang suka nyelongong ke toilet kamar kalau toilet yang lain dipakai, tapi kan tadi pintu depan sudah kukunci setelah mengusir Bang Selon. Mimpikah tadi itu? Tidak rasanya bukan mimpi, karena pintu kamar mandi tertutup dan ada suara di dalam sana. Aku lantas menuju kamar mandi untuk melihat orang tadi.
“Hei siapa yang di dalam?” kataku sambil mengetuk pintu
Sepi....tidak ada jawaban.
“Heii!! Siapa ya itu?” kataku lebih keras karena kesal ada orang yang tanpa ijin memasuki kamarku terlebih aku habis melakukan perbuatan mesum tadi.
Tidak ada jawaban lagi. Seerrrr....kali ini malah terdengar suara keran menyala.
“Saya dobrak pintu ini! Jika kau tidak menjawab” kataku sambil berusaha membuka pintu yang terkunci itu
Kali ini aku benar-benar akan mendobrak pintu ini. Entah yang di dalam laki-laki atau perempuan aku tak peduli. Urusan nanti dimarahi ibu kos karena merusak pintu kamar mandi itu masa bodoh. Aku sudah merasa jengkel sekarang. Dan, BRAAKKK! Pintu kamar mandi berhasil aku buka. Tapi aneh, tidak ada siapa-siapa di dalam. Kemana orang tadi pergi? Di sini tidak ada jalan keluar selain pintu ini. Apa aku yang salah terhadap pandangan dan pendengaranku tadi? Tidak...rasanya tidak ada yang salah, keran juga menyala seperti habis di pakai oleh seseorang. Lalu siapa yang masuk tadi? Kemana dia pergi? Sesaat angin berhembus pelan menyapu bulu kudukku hingga berdiri. Srrrr....seperti ada sesuatu berkelebat di belakangku, aku langsung membalik tapi tidak menemukan apapun.Tiba-tiba saja rasa takut menyelubungiku. Apa yang terjadi di sini?

###################
“Eh...San...tadi liat orang masuk ke kamar gua ga? Pake baju serba merah. Kulitnya putih banget” tanyaku pada Santi, penghuni di seberang kamarku, kamarnya setengah terbuka, ia selonjoran di ranjangnya sedang menonton DVD di laptopnya sambil ngemil snack.
“Engga kok Ka... dari tadi gua lagi nonton di sini. Ga liat siapa-siapa di sekitar sini apalagi masuk kamar lu” 
“Haah? Beneran San?” rasa takut makin menyelimutiku
“Iya beneran lah. Belum pada pulang, tadi di bawah gua cuma liat si Riska, tapi kayanya dia mau keluar lagi, ga ada siapa-siapa lagi kok. Ada apa emang?”
“Ohh...gitu yah, ngga apa-apa kok San, gapapa” kataku sekarang benar-benar takut
Saat itu kos memang sepi karena sedang liburan semester, kebanyakan penghuni pulang kampung, hanya empat orang yang tersisa termasuk diriku yang mengambil semester pendek agar kuliahku cepat selesai. Rumah kost berlantai dua ini memang bangunan lama dan letaknya di daerah yang relatif sepi, namun sejak setengah tahun tinggal di sini baru pernah kualami kejadian aneh seperti tadi itu.

##################
Aku menyeruput kopi panasku, sambil berusaha melupakan kejadian tadi siang. Kuminta Cindy, sahabatku untuk datang menemaniku sekarang.
“Ka, sudahlah, lu keliatan kurusan, jangan sampai lu ngerusak diri gara-gara si brengsek itu dong” kata Cindy setibanya di kamarku
“Gue mau cerita sesuatu ma lu...yang lain, bukan si bedebah itu” kataku sambil duduk di tempat tidur
“Oke...lo mau cerita apa?” jawabnya sambil menjatuhkan pantatnya di sebelahku.
Kemudian aku pun menceritakan semua kejadian tadi. Setelah selesai. Wajah Cindy tampak seperti sedang memikirkan sesuatu. Kemudian dia tertawa ringan dan mencubit pipiku.
“Haha....Rika...Rika! Lu tuh ada-ada aja. Mungkin lu lagi kecapekan ditambah banyak beban pikiran, makanya jadi kaya gini” kata Cindy sambil mengelus punggungku.
“Tapi Cin, kerannya beneran nyala kok, kayak habis dipakai” jawabku yang tidak setuju dengan pendapatnya
“Udah lah Ka. Lu tenang aja. Masa ada setan di siang bolong? Semua ini biasa kok kalau kita banyak masalah, gua ngerti, gua juga pernah ngerasain” ia mendekapku dan mencoba menenangkan.
Aku tersenyum kecut menyandarkan kepalaku di dadanya. Perkataan Cindy memang ada benarnya, mungkin aku terlalu stress setelah diselingkuhi cowok brengsek itu. Aku merasa sedikit lebih tenang dan lega setelah curhat padanya. Setelah itu Cindy mengajakku untuk main ke mall terdekat untuk refreshing. Cara itu memang benar membuatku melupakan kejadian di kos setidaknya untuk sementara. Malam harinya, badanku terasa capek sekali. Aku kemudian mandi untuk menyegarkan diri. Kemudian aku menyalakan laptopku sebentar dan mengirimkan pesan FB kepada adikku menanyakan kabarnya dan papa mama di rumah. Karena lelah, aku putuskan untuk tidur. Aku mengunci pintu kamarku supaya tidak ada orang yang masuk. Jendela di kamarku kubiarkan terbuka, Karena udara malam itu sedikit panas. Malam itu kejadian tadi terulang. Antara masih bermimpi atau sudah terbangun aku melihat pintu kamar mandi terbuka dari dalam, dan kembali kulihat wanita yang berpakaian serba merah itu keluar dari sana. Bedanya sekarang wajahnya sudah berlumuran darah, kontan aku pun terhenyak, sungguh membuat bulu kuduk merinding dan jantung berdebar-debar. Aku takut sangat takut, ingin lari dan menjerit tapi tidak bisa menggerakkan tubuhku. Ya Tuhan....bagaimana ini? Dia berjalan mendekatiku dengan senyum mengerikan tergurat di bibirnya yang semerah darah. Aku tidak berani membuka mata. Aku putuskan tetap terpejam sambil berdoa.
“Kyaaa...!!!” aku menjerit begitu merasakan bibirku bisa digerakkan dan mendapati diriku terduduk di ranjang dengan tubuh bercucuran keringat dingin.
Mimpi...cuma mimpi, tapi nampaknya bukan mimpi biasa, pasti ada yang tidak beres di sini karena penampakan itu bukan hanya sekali menghantuiku, aku juga merasakan ada seseorang atau sesuatu yang mengawasiku, entah apapun itu, membuat diriku tidak tenang.

##########################
Pagi harinya aku berniat akan menanyakan hal ini kepada Tante Nunun, sang ibu kost, karena sudah tidak tahan terhadap semua ini. Ketakutanku tidak dapat di sembunyikan lagi. Kalau perlu aku akan pindah kost, yang butut dan jauh pun tak mengapa yang penting bebas dari gangguan ‘penghuni lain’ atau apapun itu yang meneror kehidupanku. Aku juga bertanya-tanya dari mana wanita yang berpakaian serba merah kemarin masuk. Pintu kan sudah aku kunci? Masa lewat jendela? jelas tidak mungkin, karena tidak akan cukup jika dilewati orang. Sudah pasti dia bukan orang, memiikirkan semua itu rasa takutku pun makin bertambah. Aku bergegas menuju rumah ibu kos, tak jauh dari sini. Sesampai di sana Tante Nunun, menyambutku dengan ramah seperti biasa, ia seorang wanita berkacamata, agak pendek, berusia lima puluhan namun selalu bermake up modis atau kadang malah menor.
“Ada apa Ka, kamu mau bayar kos?” tanyanya sedikit bercanda
“Bukan Tante, saya mau menceritakan sesuatu” kataku serius
“Cerita apa Ka? Jika tentang hal-hal bodoh masalah cinta atau tetek bengeknya, maaf Tante tidak ada waktu. Kamu lihat kan Tante lagi sibuk?”
“Tapi aku minta waktu sebentar Tante. Ini akan sangat membantuku”
“Baiklah apa yang ingin kamu ceritakan?”
Aku kemudian menceritakan semua kejadian menyeramkan yang aku alami kemarin. Setelah selesai. Raut wajah Tante Nunun berubah. Rautnya menunjukan keseriusan. Tidak seperti dugaanku dia akan tertawa.
“Mungkin yang kamu lihat adalah Violet” ujar Ibu kos
“Violet...siapa itu Violet ?”
Wanita berkerudung itu menghela nafas panjang sebelum mulai bercerita.
“Ceritanya sangat tragis, nama lengkapnya Violeta, biasa dipanggil Violet atau Vio...delapan tahun yang lalu dia mati di kos-kosan itu, diduga bunuh diri karena depresi karena ditinggal kekasihnya yang telah meninggal. Dia melukai dirinya dengan pisau sampai mengalami pendarahan hebat. Baru dua hari setelahnya dia kemudian di temukan mati menggenaskan di kamar mandi di tengah genangan darah. Kasihan...padahal dia anak yang cantik dan baik. Hingga sampai sekarang orang yang menempati kamar itu selalu diperlihatkan sosoknya sedang berjalan di kamar mandi.”
“Apa....jadi Tante tempatkan saya di kamar itu sampai saya dihantui seperti kemarin?” aku tercengang mendengar pengakuannya.

“Dengar dulu Rika...Tante belum selesai, Violet sebenarnya tidak akan mengganggu jika tidak ada yang mengganggunya.”
“Maksud Tante...?” aku semakin penasaran
“Dulu saya juga menerima laki-laki di kos-kosan, jadi campur. Setelah peristiwa itu, dua dari orang yang pernah menempati kamar itu ditemukan mati mengenaskan dengan luka sayatan sampai kehabisan darah hingga tubuh mereka sangat pucat dengan ekspresi wajah ketakutan.” suara Tante Nunun bergetar dan menambah kesan seram, “dan bukan cuma mereka, pacar mereka pun mengalami nasib yang sama dalam waktu berdekatan. Ternyata setelah ditelusuri, mereka pernah melakukan perbuatan mesum di kamar itu sehingga membuat roh Vio yang masih mendiami kamar itu marah. Maka sejak itu, sejak lima tahun terakhir Tante hanya mengkhususkan kos itu cuma untuk wanita saja dan memberlakukan peraturan ketat, sejak itu barulah kejadian serupa tidak pernah terulang lagi, sampai sekarang sudah empat orang sebelum kamu yang menempati kamar itu dan semuanya baik-baik saja sampai mereka keluar. Bukankah kamu sudah membaca peraturannya ketika masuk kost Rika? Dan tante juga sudah tekankan...apakah kamu...melanggar?”
Aku menelan ludah, kaget sekaligus shock. Aku tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Tante Nunun yang telah menempatkanku di situ, toh dia telah menegaskan peraturan ketika aku masuk dulu, aku lah yang telah melanggarnya sehingga semua ini terjadi.
“Saya...saya...memang khilaf, saya pernah sekali melakukan di kamar, jadi semua karena ini?” tanyaku gugup.
“Aduh Rika...kenapa kamu sebodoh ini nak!” Tante Nunun menepuk keningnya, “Tante mengira kamu anak baik-baik dan tidak akan berbuat begitu sehingga dari awal Tante bersedia menerima kamu menempati kamar itu, tapi sekarang....”
“Baiklah Tante, saya mengaku salah, besok saya akan pindah mencari kos lain” kataku lemas
“Percuma Rika, korban ke dua Violeta juga sebelumnya angkat kaki dari situ karena sudah tidak tahan dihantui terus, tapi tiga hari setelahnya dia tetap tewas...dan pacar-pacar mereka yang tidak kos disitu pun juga ga lolos”
“Haduh...jadi...saya harus gimana Tante?” tanyaku panik.
“Begini, mungkin tante bisa bantu kamu satu hal, sepertinya Vio punya masalah yang belum terselesaikan di dunia sehingga rohnya tidak bisa tenang. Gadis kedua yang keluar lalu ditemukan mati itu sebelum keluar pernah ngomong ke tante, ‘saya ga bisa menemukannya tante, dia meminta yang tidak masuk akal, saya akan kabur sejauh mungkin sampai tidak ditemukan’, ya benar...tante baru ingat itu” mimiknya serius mencoba mengingat sebisa mungkin.
“Jadi maksud tante....?” aku semakin ingin tahu jalan keluarnya.
“Tetaplah di kamar itu Rika, dia pasti akan menemui kamu lagi dan mengajukan tuntutannya agar bisa lepas dan kamupun terbebas dari kutukannya”
Aku semakin lemas mendengar jawabannya, kini aku telah terlibat urusan dengan makhluk dunia lain karena kesalahanku sendiri.
“Tante akan membantu kamu Ka, tante akan cari orang pintar, tunggu kabar dari tante” katanya sambil memegang kedua tanganku.

############################
Malam harinya aku masih tidur di kos itu. Rasanya tidak bisa memejamkan mata mengingat kejadian tadi. Jam sudah menunjukan pukul sebelas malam. Sepi sekali suasana di luar. Mungkin penghuni kos yang lainnya sudah tertidur. Hawa dingin tiba-tiba menyergapku. Hembusan angin dari jendela membuatku mengigil. Kututup jendela itu dan kutarik selimutku supaya membuatku hangat. Aku berusaha memejamkan mataku. Tetapi, aneh. Kenapa suasana di sini menjadi berubah. Tiba-tiba desiran angin berhembus di belakang tengukku. Membuatku jadi merinding. Tiba-tiba lampu mati. Suasana benar-benar gelap dan aku sendirian. Aku menggenggam selimutku semakin kencang dan tidak berani bergerak.
“PYAARR!!” tiba-tiba ada sebuah benda terjatuh. Bunyinya mengagetkanku. Lalu terdengar bunyi derap kaki. “Tap..Tap..Tap” bunyi itu sepertinya makin mendekat ke arahku. Aku tidak bisa melihat siapa itu karena benar-benar gelap. Jantungku benar-benar berdegup kencang sekali. Keringatku mengalir deras di sekitar tubuhku. Aku hanya bisa berdoa dalam hati berharap agar kejadian yang tidak enak yang akan terjadi nanti. Tiba-tiba kurasakan ada yang menaiki kakiku. Seperti sebuah beban berat. Aku tidak berani menggerakan kakiku sedikitpun. Kurasakan ada tangan yang mengelus betisku. Tangan yang begitu dingin sampai bisa kurasakan hingga ke tulang-tulangku. Lalu mendadak lampu tidur 5 watt yang menancap di stopkontak dekat pintu menyala. Dalam keremangan terlihatlah seorang wanita sedang menatap kosong ke arahku. Berwajah pucat dengan mulut berlumuran darah, demikian pula matanya sehingga terlihat seperti sedang menangis darah. Dan.. wanita itu berjalan semakin mendekat ke arahku. Badanku serasa beku. Aku ingin berteriak tapi tidak ada suara yang keluar.
“Tiga hari….” kata wanita itu dengan suara lirih yang mengerikan “tiga hari....dari sekarang”
“Apa...tiga hari apanya?” dengan susah payah aku dapat mengeluarkan suara walau bergetar karena ketakutan.
“Aku Violeta...aku terperangkap di sini...dan kau telah menodai kamar tempatku ini. Kamu harus bebaskan aku, agar nyawaku bisa tenang di alam sana. Bakar kalung yang ada di dekat lemari. Kalung berliontin huruf ‘V’, sudah lama hilang, belum ada yang menemukan. Sepi,kotor.... tolong aku… aku mohon...tiga hari dari sekarang...atau kau akan temani aku....selamanya....hihhihii” sosok itu tiba-tiba perlahan menghilang. Dan sekarang yang terlihat hanya gelap. Aku begitu shock, lemas dan berkeringat dingin.

#######################
Aku tidak sadar, dan tahu-tahu sudah berada di pagi hari. Rupanya aku pingsan tadi malam. Nyawaku rasanya belum terkumpul semuanya. Aku masih kebingungan. Badanku terasa capek sekali. Aku kemudian bangun melihat jam berapa sekarang. Jam sudah menunjukan pukul sepuluh lebih, untungnya hari ini tidak ada perkuliahan. Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku dan bertanya pada diriku sendiri. 
“Ya Tuhan.. apa yang terjadi padaku? Mengapa semua ini terjadi?” aku menghembuskan nafas panjang.
Kemudian aku memikirkan kejadian tadi malam. Wanita yang aku lihat kemarin malam adalah Violeta. Dia meminta tolong padaku. Nyawanya yang terperangkap di dunia manusia. Dia ingin aku membebaskanya. Dan dia juga membicarakan tentang kalung serta menyuruhku untuk mencari kalung dan kemudian membakarnya. Aku bertanya-tanya. Ada apa dengan kalung itu? Kenapa dia ingin aku membakarnya untuk membuat nyawanya bebas? Tiga hari...hanya tiga hari atau aku ikut menjadi hantu menemaninya di sini. Ahh...tidak. Yang terpenting sekarang adalah menemukan benda tersebut supaya jiwa Violeta terbebas dan menuju dunia orang mati yang pada akhirnya juga membebaskan diriku dari kutukannya dan hidupku kembali normal. Itu tentu tidak mudah karena dua penghuni kamar sebelumnya yang menodai kesucian di sini telah menjadi korban.
“Rika...tenang, kamu bisa!” aku menyemangati diri sendiri sambil membasuh wajahku di wastafel kamar mandi.
Aaahhh...segarnya setelah mencuci muka, kedua telapak tanganku menyiramkan air dari kran untuk membilas busa Biore di wajahku.
 
“Bbwwwaaa!!” jeritku melihat sosok berpakaian merah dengan wajah pucat berdarah-darah di cermin.
Aku sampai terjengkang ke lantai saking kagetnya. Dengan tubuh gementar aku mencoba berdiri, kulihat ke cermin, namun yang kudapati hanya pantulan wajahku yang ketakutan.

#############################
Sudah berjam-jam aku mencari kalung yang dimaksud Violeta. Lemari pakaian sudah aku geledah. isinya aku keluarkan semua. Aku cari-cari di sekitar lemari juga tidak ada. Aku bingung. Lemari mana yang dimaksud Violeta? Aku menyeka keringat dari dahiku, badanku pun sudah bercucuran keringat namun masih belum menemukannya, dimana gerangan? Aku memikirkan pesan Violeta lagi. “…Bakar kalung yang ada didekat lemari. Kalung berliontin huruf ‘V’. tidak ada orang yang tau. Sepi,kotor. tolong akuu… aku mohon..”. Kalung yang ada di dekat lemari. Berliontin huruf ‘V’. sepi dan kotor. Tiba-tiba sesuatu terlintas di pikiranku. Kurasa aku sudah menemukan jawabannya. Apa mungkin benar? Jantungku berdegup kencang. Tok...tok...tok...tiba-tiba pintuku diketuk seseorang. Kulihat dari balik tirai jendela siapa yang datang. Hah...Bang Selon? Mau apa dia? Mengapa secepat ini sudah datang lagi? Biasanya sekitar seminggu atau sepuluh harian dia baru datang membawa galon persediaan untuk kos ini.
“Iya Bang? Ada apa?” tanyaku begitu membuka pintu, kulihat wajahnya lusuh seperti ketakutan.
“Non Rika...apa Non juga didatengin dia?” suaranya bergetar ketika bicara.
“Dia?”
“Vio....Violeta Non!”
Aku mempersikannya masuk dan bicara di dalam, ia menceritakan bahwa ia pun mengalami teror penampakan yang kurang lebih sama denganku. Namun aku tidak mendapat petunjuk apapun darinya selain keluh kesah ketakutannya.
“Dasar useless!” omelku dalam hati.
Ketika menuangkan air dari dispenser tiba-tiba kurasakan pantatku diremas. Kontan aku pun langsung berbalik.
“Kurang ajar! Plak!” bentakku seraya menampar Bang Selon, “waktu-waktu kaya gini masih sempat-sempatnya!”
“Maaf...maaf Non, abang khilaf. Soalnya...kalau bener harus mati tiga hari lagi, abang masih pengen gituan sama Non, soalnya...Non cewek paling cantik dan seksi yang pernah gituan sama abang, sekali lagi maaf Non, abang ngerasa waktu abang dikit lagi jadi gak peduli apa-apa lagi” kata pria itu sambil mengelus-elus pipinya.
Aku yang awalnya naik darah mendengar penjelasan pria itu yang cukup masuk akal mulai tenang dan berpikir, benar juga, mungkin besok kita udah mati, kenapa tidak have fun dikit? Apalagi mengingat ketegangan yang kualami sejak kemarin hingga tadi membuatku ingin segera melepas stress. Maka, alih-alih meneruskan pencarian dan mendiskusikan solusinya, kami pun kembali terlibat persetubuhan terlarang lagi. Pria itu menindihku di ranjang dan tinggal memakai kaos oblongnya, sementara aku di bawahnya tinggal memakai kaos tanpa lengan dan bra yang telah tersingkap ke atas.
“Nnngghhhh...uuhh...aaahh!” desahku lirih merasakan penis pria itu yang merojok-rojoki vaginaku.
Terkadang bibir kami saling pagut dan beradu lidah, tangan pria itu juga meremasi payudaraku.
“Aaahhh...aahhh...keluar Bang!” erangku sambil menggeliatkan tubuh dan memeluknya makin erat ketika kurasakan orgasme itu datang menerpaku, aku meresapi dalam-dalam kenikmatan birahi itu melupakan sejenak masalah dengan hantu itu.
Saat gelombang itu mulai surut, aku pun mulai membuka mataku yang terpejam dan yang pertama kulihat adalah...
“Huuuaaaa!!!” jeritku melihat Violeta menempel di langit-langit kamar seperti Spiderman, ia menatap kami dengan pandangan matanya yang seram dan senyum lebarnya, “Bang....itu Bang!!” aku mendorong-dorong dada Bang Selon.
“Anjritt....setan!!” ia ikut menjerit begitu berbalik dan langsung terguling dari ranjangku.
Belum hilang rasa terkejut kami, Violeta menjatuhkan diri dan menerkam ke arah kami.
“Nggaaakkk!!” jeritku sambil menutupi muka.
Satu detik...dua detik...tidak terjadi apa-apa, aku membuka mata dan tidak lagi melihat Violeta, hanya Bang Selon di bawah ranjangku yang juga ketakutan dan saling tatap denganku.

#######################
Hari kedua
Rumah Cindy


Sore itu, jam empat, aku menceritakan semuanya dengan jelas pada sahabatku itu sambil berendam di bathtub. Tidak ada yang kututup-tutupi lagi termasuk skandalku dengan si pengantar air galon. Aku berharap Cindy dapat memberikanku solusi. Mimik serius Cindy berubah jadi agak terkejut ketika ceritaku sampai ke bagian itu.
“Lemari...sepi dan kotor...” gumam Cindy sambil berpikir, “Lu yakin udah cari di setiap sudut kamar lu Ka?”
“Udah bener, ga ada yang kelewat, tapi ga ada Cin, lagian kamar gua kan kecil, kalau emang ada di situ pasti orang yang tinggal sebelum gua udah nemuin dong” jawabku sambil menyabuni lenganku.
“Tapi lemari kan bukan cuma satu di kamar lu Ka, terus Violeta juga ga secara spesifik nyebutin kalau lemari itu lemari kamar lu, setelah dia mati, ada kemungkinan ibu kos membuang atau memindahkan barang-barang punya dia, betul ga?”
Aku berpikir, di belakang dekat mesin cuci memang ada sebuah gudang yang jarang sekali dimasuki anak-anak kos, aku pun sudah kapok masuk ke sana setelah menemukan bangkai seekor tikus besar ketika hendak mencari kertas bekas yang besar untuk membungkus sesuatu. Aku ingat juga di situ ada sebuah lemari besar dari bahan kayu jati bergaya jaman kolonial. Apakah mungkin di tempat itu?
“Gudang kos Cin...bingo...kayanya di situ? Ada lemari gedenya, gua coba cari di situ” kataku.
“Oke kapan kita mau mulai?”
“Kita? ngga Cin, jangan...ini masalah gua, gua takut lu terlibat dan ikutan susah... gua yang memulai jadi gua juga akan selesaiin sendiri!” aku memegang lengannya.
“Ka! lu masih anggap gua friend ga sih? gua bantu lu apa salahnya?” Cindy protes.
“Jangan Cin, beneran... gua tau lu care, tapi please jangan lakukan, lu udah banyak bantu gua, kali ini gua akan coba sendiri...kalau seandainya gua perlu bantuan gua akan hubungi lu, oke?”
Cindy mengangguk dan berkata, “baik Ka, tapi tolong kasih tau gua perkembangannya, gua akan datang setiap saat lu butuh” ia juga menggenggam lenganku, mata kami saling bertatapan.

Aku menyuruhnya berbalik memunggungiku agar bisa menggosok punggungnya.
“Omong-omong Ka, nakal juga ya lu, ceritain dong itu tuh sama si tukang anter air, gua ga sangka lu bisa seliar itu, terus gua kan selalu jujur dan cerita apa adanya sama, nah sekarang giliran lu ya...” kata Cindy mengalihkan topik agar mengurangi ketegangan, “gimana Ka rasanya gituan sama abang-abang?” tanyanya lagi
Aku memaklumi rasa penasarannya, karena ia selama kami selalu terbuka satu sama lain, waktu masih pacaran dulu ia selalu menceritakan segalanya tentang hubungan mereka sampai urusan seks dengan pacarnya sedetil-detilnya , dari ukuran penis sampai posisi pada saat melakukannya, demikian pula aku padanya. Sebenarnya aku bukannya tidak ingin menceritakannya melainkan karena malu karena kulakukan dengan laki-laki yang tidak sepantasnya secara status sosial. Sambil menggosok punggungnya aku pun mulai menceritakan aktifitas seksual kami kepadanya, kuceritakan bagaimana rasa risih dan deg-degan bercampur horny waktu menggoda pria itu. Juga kuceritakan pula bagaimana pria itu begitu perkasanya di atas ranjang, lebih perkasa dari cowok jahanam yang mengkhianatiku itu ini, bahkan aku mengalami orgasme lebih dari satu kali. 
“Kenapa...lu serius amat dengernya Cin? Horny ya?” candaku
“Iihhh...siapa juga? Ga level lah masa ML ama tukang anter air?” elaknya sambil mencipratkan air ke arahku.
“ini buktinya udah keras gini!” kataku mencubit putingnya
Kami tertawa dan saling mencipratkan air. Setelah selesai mandi Cindy mengajakku ke sebuah kafe bersama beberapa teman lain untuk mengisi perut dan menenangkan diri. Aku mengiyakan ajakannya sebelum kembali berjuang mencari benda yang diminta Violet. Aku sedikit lebih rileks dengan ngobrol-ngobrol di sana ditemani makanan ringan dan segelas wine, walaupun kegalauan itu masih ada.
“Wuuaaaaa!!” jeritku sambil melempar gelas wineku ketika menemukan seekor lipan di dalamnya saat hendak meneguk minumanku.
Orang-orang sekitar langsung melihat ke arahku. Kengerian belum berhenti sampai situ, wajah-wajah yang menatapku itu...bukan manusia, mereka seperti zombie, wajah-wajah terkelupas dan membusuk, beberapa ada yang sudah terlihat tulang tengkoraknya, ada yang bola matanya menggelantung dari rongganya.

“Tidak...pergi....jangan ganggu saya!!!” aku histeris sampai aku terjatuh dari tempat dudukku.
Aku tidak sanggup lagi mengangkat tubuhku sampai harus menggeser tubuhku menghindari mayat-mayat hidup yang mulai mengerubungiku itu.
“Tidak!! Lepaskan aku...pergii!!!” jeritku sambil menutup wajah dengan tangan.
“Rika...Rika...sadar Ka!” Cindy menangkap lenganku dan mengguncang-guncang tubuhku.
Aku membuka mata dan menemukan sahabatku itu sedang berjongkok di depanku. Mayat-mayat hidup itu sudah tidak ada, para pelayan, pengunjung lain, dan teman-temanku yang lain, semua menatap ke arahku.
“Mereka datang Cin....mereka datang!” aku memeluk Cindy dengan tubuh gemetar luar biasa.
“Tenang Ka...tenang” Cindy mengelus-elus punggungku menenangkan
“Ka...lu gapapa? Harusnya jangan pesan minuman kaya gitu kalau ga kuat” Rena, temanku yang lain mendekatiku.
“Ayo Ka...berdiri!” Cindy membantuku menegakkan tubuhku, “kita pulang aja ya!”
Aku begitu shock dan lemas sehingga harus memegang lengan Cindy untuk menopang tubuhku. 
“Na...gua anter Rika pulang...kalian terusin aja acaranya, tagihan kita bonnya tolong titip lu dulu ya” kata Cindy pada Rena, setelah pamitan pada teman yang lain, ia menuntunku ke pintu keluar.
Kami keluar dari kafe itu diiringi tatapan mata dan kasak-kusuk semua yang hadir di sana.
“Kasian, cantik-cantik tapi gila!”
“Anak sekarang, jam segini udah mabok, ampun deh!”
Aku tidak lagi menghiraukan suara-suara bernada miring itu selain memegang erat tangan Cindy yang menuntunku keluar dari tempat itu.
“Cin...gua benar-benar takut, gua tidur di tempat lu aja malam ini ya? Gua perlu ditemani sebelum besok mencari di gudang” kataku di mobil.
Cindy mengangguk sambil tetap menyetir mobilnya. Malam itu pun aku menginap di rumah Cindy, tidak henti-hentinya ia menenangkanku dan mengajak doa bersama, ya...dia memang sahabatku yang paling baik sejak bertemu di ospek ketika masuk kampus tempat kami kuliah dulu. Tidak ada kejadian aneh lagi yang kualami sehingga aku dapat memejamkan mata walau tetap masih dihantui rasa ngeri.

Share this article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2011 Cerita Konak All Rights Reserved.
Created by Aland IndoBlack- Powered by Blogger.com.